Sunday, May 11, 2008

Purnomo: Besaran Kenaikan BBM Belum Ditentukan

Sumber : Kompas

Minggu, 11 Mei 2008 13:05 WIB

JAKARTA, MINGGU - Pemerintah belum menentukan kisaran kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Isbiantoro saat menghadiri resepsi pernikahan Ketua DPR RI, Hidayat Nur Wahid, Minggu (11/5) siang.

"Kisarannya bisa 10 persen, 20 persen, 30 persen. Kita belum tahu pastinya, sebab kita masih harus mem-breakdown untuk premium solar atau minyak tanah," ujarnya di Sasono Langgeng Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah, tempat acara pernikahan Ketua MPR berlangsung.

Namun, dia tak mau menjelaskan lebih lanjut tentang strategi Pemerintah untuk menentukan kisaran kenaikan harga BBM. Tak lupa, dia dan istri juga sempat mengucapkan selamat kepada mantan presiden PKS, Hidayat Nur Wahid.

Imbangi BLT dengan Pemotongan Gaji Pejabat

Sumber : Kompas

Minggu, 11 Mei 2008 20:54 WIB

MAKASSAR, MINGGU- Pengamat sosial politik dari Universitas Muhahammadiyah Makassar Arqam Azikin mengingatkan, guna mengurangi penolakan publik terhadap rencama kenaikan harga BBM, pelu ada gerakan sosial berupa penyisihan gaji para pejabat struktrural negara yang mengimbangi bantuan langsung tunai atau BLT.

Tidak sepantasnnya rakyat dibebani dampak kenaikan harga BBM hanya dengan alasan defisit APBN, sementara tidak ada ada upaya empatik dari pejabat negara di lingkungan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk ikut serta menalangi beban APBN itu.

"Tidak akan miskin para pejabat itu jika gajinya dipotong untuk gerakan sosial. Wapres Jusuf Kalla enak saja selalu mengedepankan alasan defisit APBN untuk membenarkan rencana kenaikan harga BBM. Namun, apakah Wapres lupa bahwa kenaikan harga BBM merembet ke harga-harga bahan pokok lainnya yang pasti memberatkan rakyat? Wapres dan para pejabat sih enak karena punya tunjuangan dari negara. Tapi rakyat? Sebagai wujud empati bagi rakyat, mestinya semua pejabat di lingkungan esekutif, legislatif, yudikatif, mulai tingkat presiden, menteri, eselon I-IV di pusat dan daerah, menyisihkan gajinya dengan persentase proporsional untuk mengimb angi defisit APBN," ujar Arqam di Makassar, Minggu (11/5).

Arqam yakin dengan cara itu setidaknya penolakan rakyat atas rencana kenaikan BBM bisa berkurang dan dengan sendirinya kepercayaan publik pada pemerintah bisa pulih kembali.

Tentang teknis pemotongan gaji pejabat, Arqam mengusulkan gaji Presiden dan Wapres dipotong 10 persen, menteri 8 persen, dirjen 7,5 persen, dan seterusnya sampai pejabat eselon IV, termasuk pejabat di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Demikian pula para anggota DPR dan DRD. Termasuk pula hakim agung, jaksa agung, hakim tinggi, jaksa tinggi, dan hakim serta jaksa.

"agaimana mungkin rakyat diminta mengerti tentang defisit APBN kalau para pejabat struktural negara sendiri tak punya kepedulian sosial?"kata Arqam.

Buka Lapangan Kerja! BLT Tidak Menolong Masyarakat

Sumber Berita : Kompas

Kamis, 8 Mei 2008 15:47 WIB

JAKARTA,KAMIS - Penasehat Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS Sri Edi Swasono menilai kebijakan pemerintah untuk memberikan BLT menyusul kebijakan menaikkan BBM medio tahun ini tidak tepat karena justru akan memupuk mental konsumtif. "BLT tidak menolong orang miskin di Indonesia dari dulu. Orang-orang Indonesia mikirnya hanya makan, tapi nggak mau produksi. Kita saksikan tiap hari budaya konsumtif dan membuat rakyat miskin yang tak berdaya beli menjadi frustasi," ujar Sri Edi dalam Forum Perspektif INSIDe tentang kondisi Indonesia di ambang frustasi ekonomi politik, di Jakarta, Kamis (8/5).

Menurut Sri Edi, yang diperlukan saat ini adalah pembukaan lapangan kerja sebesar-besarnya untuk masyarakat dan semua lapisan gegap gempita mengusahakannya strategi pembangunaan yang logis untuk saat ini. "Strategi pembangunan nasional yang tepat tidak hanya memproduksi kebutuhan pokok untuk rakyat,tapi juga kebutuhan pokok masyarakat itu sendiri harus diproduksi oleh kita," tambahnya.

Sri Edi juga menambahkan teori dan penerapan The Invisible Hand selama 30 tahun sudah tidak bisa dipertahankan, justru yang terjadi adalah ketimpangan ekonomi yang kemudian berubah menjadi polarisasi kekuatan ekonomi dan berakibat pada polarisasi sosial. "Polarisasi sosial adalah jika orang kaya sudah mulai jijik bertetangga dengan orang miskin dan mulai bikin lingkungan rumahnya sendiri ada rumah mewah, sekolah mewah dan sebagainya. Dan ini sudah terjadi," tandas Sri Edi.

Sri Edi juga berulang kali menegaskan bahwa masyarakat tidak akan bertambah kaya dengan dipakaikan baju atau diberikan BLT tapi justru akan bertambah miskin.

Pedagang dan Konsumen Sama-sama Khawatir

Diambil dari Kompas

Minggu, 11 Mei 2008 19:51 WIB

SALATIGA, MINGGU- Para pedagang maupun konsumen di beberapa pasar tradisional di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang mengkhawatirkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Meski beberapa pedagang sudah mendapat pemberitahuan dari distributor bahwa harga barang akan dinaikkan, belum ada yang mengambil kesempatan menaikkan harga.

Berdasarkan pantauan di Pasar Kembangsari Baru, Tengaran, Kabupaten Semarang, dan Pasar Raya I Salatiga, Minggu (11/5), harga berbagai kebutuhan pokok masih relatif stabil dan belum terimbas rencana kenaikan harga BBM. Beberapa produk, seperti beras naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.000, tetapi ada pula yang stabil, seperti telur dan minyak goreng curah.

Menurut Tarti (40), pedagang kelontongan di Pasar Kembangsari Baru, seiring dengan rencana pemerintah meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM) akhir Mei mendatang, beberapa distributor sudah memberitahu harga akan langsung dinaikkan setelah pengumuman kenaikan BBM.

"Berapa banyak kenaikannya saya belum tahu. Sampai sekarang harga masih seperti biasa. Kalau dinaikkan seka rang takutnya pelanggan banyak yang lari. Apalagi harga sudah tinggi," katanya.

Ratmi (55), warga Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, mengaku khawatir bila BBM naik, harga berbagai kebutuhan akan langsung melonjak. Padahal, penghasilan suaminya sebagai buruh tidak meningkat, sekitar Rp 25.000 per hari.

"Kalau harga mahal, kami hanya bisa mengurangi belanja. Kalau biasanya beli minyak goreng satu liter, nanti setengah liter saja," katanya.

Sekretaris Komisi II DPRD Kota Salatiga Kustadi Danuri meminta agar pedagang tidak mengambil kesempatan menikkan harga barang sebelum kenaikan harga BBM. Meski tidak menolak kenaikan harga BBM, dia mengaku khawatir dampak penurunan daya beli, terutama untuk karyawan swasta yang upahnya relatif tetap, tidak seperti pegawai negeri sipil yang akan mendapat kenaikan up ah 20 persen.

Sunday, April 27, 2008

Harga Beras Mulai Naik

Harga beras mulai naik.....? wah kalau gitu makan roti aja...ah...
Itu kalau mereka berduit ...kalau enggak gimana..?
Seperti dilaporkan Kompas Harga beras di prediksikan naik,berikut petikannya secara utuh.


Jumat, 25 April 2008 11:44 WIB
JAKARTA,JUMAT - Menyusul kenaikan harga pembelian pemerintah terhadap gabah dan beras yang diumumkan pemerintah hari Rabu silam, harga beras di salah satu pasar tradisional juga mengalami kenaikan. Kenaikan harga beras merata untuk setiap kualitas beras dengan Rp 200 per kilogram yang dijual.

Menurut Tatang, salah satu pemilik agen beras di Pasar Palmerah, kepada kompas.com, Jumat (25/4), kenaikan harga ini memang dimulai sejak dua hari yang lalu sejak pemerintah mengumumkan HPP baru untuk gabah dan beras. Di tokonya Tatang yang sebelumnya menjual beras kualitas Super dengan harga Rp 5.800 per kg kini menjual dengan harga Rp 6.000. Sedangkan beras kualitas sedang yang sebelumnya dijual dengan harga Rp 5.000 naik menjadi Rp 5.200 per kg.

Hal serupa juga terjadi untuk beras dengan kualitas rendah yang kini dijual dengan harga Rp 4.200. Tatang mengakui kenaikan harga beras ini belum mempengaruhi jumlah permintaan atau pembelian secara eceran maupun grosir dari dirinya yang bertindak sebagai agen beras. "Nggak ada pengaruh sih, karena memang naiknya dikit. Tapi kalau naiknya Rp 500 atau Rp 1.000 mungkin iya, ada pengaruhnya," ujar Tatang yang membantu ibunya, Sri Asih, yang telah berjualan beras sejak 20 tahun lalu.

Toko beras Tatang mengambil beras jadi langsung dari daerah-daerah, seperti Karawang, Cirebon, dan Solo. Setelah itu, beras tersebut akan didistribusikan di sejumlah kios dan rumah makan di Jakarta.

Sedangkan di Pasar Induk Cipinang (PIC), Jakarta, harga beras jenis IR menguat antara Rp 50 hingga Rp 100 per kg. Beras jenis IR yang naik yaitu IR 64-1 dari Rp 5.200 menjadi Rp 5.250 per kg, IR 64-11 menjadi Rp 4.900 dari Rp 4.850 per kg dan IR 64-111 dari Rp 4.350 menjadi Rp 4.450 per kg. Menurut dia, pasokan beras ke pasar induk dari berbagai sentra produksi di daerah tetap lancar mencapai 58.119 ton, sedangkan beras yang ke luar hanya 56.385 ton.

Pasokan beras dari sentra daerah yang paling tinggi, terutama berasal dari pantura Jawa Barat selama April (1 sampai 23 April) seperti Cirebon sebesar 17.683 ton, dari Karawang 17.515 ton, Bandung 6.627 ton dan Cianjur pada 700 ton. Sedangkan dari kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing mencapai 12.365 ton dan 2.275 ton yang didukung pula oleh stok beras di gudang Jakarta yang mencapai 227 ton.

Kenaikan harga beras juga terjadi di sejumlah pasar tradisional di Gorontalo. Menurut sejumlah pedagang, stok di pasar stabil, namun permintaan agak meningkat sehingga memicu harga beras itu naik. Harga IR 64 naik menjadi Rp 5.500 dari Rp 5.300 per kg. Cibogor menjadi Rp 5.600 dari Rp. 5.400. Super Win menjadi Rp 6.300 dari Rp 6.000. Serta KS Super menjadi Rp 6.300 dari Rp 6.000.

Sementara di Lampung, sejumlah pedagang beras di pasar- pasar tradisional berancang-ancang untuk menaikkan harga beras, karena harga beras dari penggilingan padi juga diperkirakan naik. "Kemarin saya beli beras dari pabrik penggilingan seharga Rp 4.000 per kilogram untuk beras asalan, saya jual Rp 4.300/Kg. Dengan kenaikan HPP itu, tentu pabrik menaikkan harga berasnya, dan kita juga menaikkan harga jualnya," kata Roji, pedagang beras di Pasar Tugu Bandarlampung seperti dikutip Antara.

Harga beras kualitas asalan Rp 4.300/Kg, sedang beras premium Rp 6.400/Kg. Sebelum pengumuman HPP itu, beberapa pabrik penggilingan malah menjual beras Rp3.500/Kg untuk kualitas asalan, seperti di Kecamatan Jatiagung, Kabupaten Lampung Selatan.

Pemerintah menaikkan HPP gabah kering panen (GKP) di petani yang pada Inpres 3/2007 ditetapkan Rp 2.000/kg naik Rp 200 menjadi Rp 2.200/kg. Sedangkan untuk harga gabah kering giling (GKG) di gudang Bulog, merangkak naik dari sebelumnya Rp 2.600/kg menjadi Rp 2.840/kg. Kenaikan juga terjadi pada harga beras di gudang Bulog. Dari yang semula sebesar Rp 4.000, kini harganya menjadi Rp 4.300 per kg.

Sebagian Besar Negara Bagian AS Tenggelam ke Resesi

Inilah berita terbaru dari negeri adidaya seperti dilaporkan Kompas .

Sabtu, 26 April 2008 06:48 WIB
WASHINGTON, SABTU - Sebagian besar kondisi keuangan di negara bagian Amerika Serikat memburuk dan menembus ambang batas resesi. Tanpa melihat apakah AS secara keseluruhan telah tenggelam ke dalam resesi, sebuah hasil survei terhadap 50 direktur fiskal di AS ini menyimpulkan bahwa situasi keuangan di AS bahkan berpotensi terus memburuk pada tahun fiskal yang dimulai 1 Juli 2008 di sebagian besar negara bagian.

Presiden George W.Bush menjelaskan Selasa (22/4) bahwa ekonomi AS belum memasuki masa resesi tetapi berada pada periode kelesuan. Namun demikian, beberapa ekonom menyebut AS telah terperosok ke dalam resesi dengan indikasi penurunan permintaan produksi manufaktur di negeri Paman Sam tersebut.

Hasil survei yang dikeluarkan oleh National Conference of State Legislatures menyebutkan lebih dari 16 negara bagian di AS melaporkan defisit tahun ini sehingga harus memotong anggarannya. Pemotongan anggaran tersebut diantaranya diajukan oleh anggota parlemen di Florida sehingga mencapai 1 miliar dolar AS tahun 2007 lalu. Sedikitnya 8 negara bagian AS memperdebatkan kenaikan pajak rokok termasuk usulan kenaikan pajak hingga 1 dolar AS per bungkusnya di Massachusetts untuk meraih pendapatan pajak hingga 175 juta dolar AS.

Dua belas negara bagian, termasuk Georgia, Idaho serta Illinois melaporkan pengumpulan pendapatan pajak yang tidak memenuhi estimasi. Bahkan 8 dari 12 negara bagian tersebut meraih pendapatan pajak di bawah prediksi yang telah diturunkan.

Banyak negara bagian termasuk Alabama, Arizona, Massachusetts, Minnesota, Nevada serta Wisconsin berencana mengucurkan cadangan anggaran mereka, termasuk alokasi dana untuk kebutuhan fiskal darurat. Nevada bahkan diperkirakan akan menggunakan seluruh saldo cadangan anggarannya.

Kepanikan Landa Bursa Saham Dunia

Panik lagi... panik lagi ...., ini menimpa pasar saham dunia seperti di laporkan Kompas sebagai berikut.

Selasa, 22 Januari 2008 23:57 WIB

NEW YORK, SELASA - Pasar saham di berbagai belahan dunia jatuh. Kepanikan melanda akibat kekhawatiran bahwa Amerika Serikat akan terbelit resesi.

Bursa Wall Street, Selasa (22/1) langsung mengalami kepanikan setelah sesi perdagangan dibuka. Saham blue-chip lansung jatuh 400 poin, namun kemudian sedikit membaik sehingga hanya jatuh 135,10 poin (total turun 1,12 persen).

Kejatuhan yang cukup signifikan terjadi pada Nasdaq, turun 59,72 poin (2,55 persen). Indeks 500 Standard & Poor’s turun 20,20 poin (1,52 persen).

Penurunan harga saham di bursa AS tersebut merupakan rentetan dari kepanikan yang melanda bursa saham di berbagai belahan dunia atas kekhawatiran terjadi resesi di AS. Pasar saham Eropa pada Senin lalu mengalami kejatuhan terburuk semenjak kasus serangan teroris 11 September 2001 di New York.

Kekhawatiran pasar saham dunia tersebut kian bertambah setelah Bank Sentral AS (The Fed) yang menurunkan suku bunga 75 basis poin menjadi 3,50 persen, yang ditujukan untuk meredam kekhawatiran tersebut pada Selasa.

Pasar saham Eropa Selasa juga masih mengalami penurunan. Di bursa China, indeks saham unggulan terpangkas 7,22 persen, bursa Sydney (Australia) jatuh 7,1 persen.

Bursa saham di kawasan Teluk dan Arab juga menderita hal sama. Bursa Arab Saudi yang merupakan bursa saham terbesar di kawasan Arab, jatuh 9,7 persen. Bursa Dubai juga jatuh, 6,2 persen.(AFP/Put)

Greenspan dan Warisan Krisis

Inilah Tokoh yang sangat disegani di AS yang saat ini justru dituding sebagai biang kacaunya ekonomi AS berikut petikannya secara utuh dari koran Kompas.

Senin, 31 Maret 2008 00:41 WIB

Kalau ada tokoh paling kontroversial dalam sejarah krisis ekonomi AS, salah satunya mungkin adalah Alan Greenspan. Waktu masih menjabat, Greenspan yang menjabat sebagai pimpinan Federal Reserve selama hampir dua dekade (Agustus 1987-31 Januari 2006) bisa dikatakan adalah salah satu pimpinan bank sentral paling kuat dan disegani di AS, bahkan di dunia.

Ia menerima perlakuan dan sorotan bak selebritas, melebihi bintang-bintang musik rock ternama. Ia juga menjadi acuan semua pengelola bank sentral (central bankers) di seluruh dunia. Banyak julukan diberikan kepadanya oleh media massa dan kalangan bankir. Mulai dari the Giant, Maestro, ”symbol of American Economic Preeminence”, ”orang yang mampu membawa ekonomi keluar dari serangkaian bencana dan malapetaka”, ”tokoh yang mampu membawa perekonomian AS ke dalam salah satu booming ekonomi terpanjang dalam sejarah”, ”tokoh yang mampu menjinakkan gejolak saham dalam peristiwa crash pasar saham (Black Monday) tahun 1987”. Dan masih banyak lagi.

Tetapi, seiring resesi dan krisis finansial yang kini mulai menggulung perekonomian AS, nama Greenspan juga berada di tengah pusaran caci maki. Kebijakan Fed di bawah Greenspan dituding berperan besar dalam membawa keambrukan ekonomi AS sekarang ini. Melalui kebijakan moneter longgar dan suku bunga rendah, Greenspan dituding telah membangun ”rumah kartu” dan mewariskan bom waktu yang kini perlahan terurai dan menunggu meledak dalam skala penuh.

Kebijakan suku bunga rendah yang dimulai sejak tahun 2002, saat Greenspan secara agresif mulai menurunkan suku bunga, telah memicu terjadinya real estate bubble (booming sektor perumahan diikuti inflasi harga perumahan secara tidak wajar), yang mencapai puncaknya tahun 2005-2006.

Greenspan dalam pengakuan waktu itu mengatakan, kebijakan (menciptakan bubble di sektor perumahan) itu disengaja dengan tujuan untuk menggantikan bubble saham industri dot.com yang sudah berakhir. Alasan dia, itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan perekonomian AS dari resesi akibat kolapsnya industri dot.com. Kemampuan manuver untuk menyelamatkan ekonomi AS dari satu krisis akibat suatu bubble dengan cara menciptakan bubble baru itu membuat ia dijuluki ”The Bubble Man”.

Greenspan menjadi sosok penuh kontroversi lewat kontradiksi tindakan dan ucapannya yang mengesankan ia tak mau dipersalahkan atas segala kemelut yang dihadapi perekonomian AS sekarang ini. Terkait tudingan bahwa ia telah merampok masyarakat dan memperkaya kaum berpunya lewat dukungannya terhadap kebijakan pajak regresif yang ditempuh Bush, misalnya. Greenspan mengklaim dia justru menentang kebijakan tersebut.

Padahal, faktanya, dalam testimoni di depan Komite Anggaran Senat 2001, menurut analis Stephen Lendman dalam sebuah artikel di Global Research, Greenspan memang mendukung penuh kebijakan ekonomi Bush yang bertumpu pada paket kebijakan pemotongan pajak yang sangat bias pada usaha besar dan kelompok kaya dengan dalih untuk merangsang ekonomi. Waktu itu Greenspan terang-terangan mengatakan, pemangkasan pajak diperlukan untuk mencegah meluasnya keterpurukan ekonomi.

Greenspan juga mengadvokasikan diakhirinya UU anti-trust, regulasi dan aturan mengenai pelayanan sosial, agar tak ada apa pun lagi yang bisa mengganggu keserakahan bisnis dan perburuan profit oleh para pelaku pasar uang. Maka, faham kebijakan ekonominya pun diplesetkan dari Greenspanomics menjadi Greedomics (ekonomi yang digerakkan oleh keserakahan).

Ia juga mengatakan, tak bertanggung jawab atas terjadinya bubble pasar saham tahun 2000. Dia mengaku tidak melihat indikasi ke arah itu sebelumnya. Padahal, bubble itu tak akan terjadi tanpa ada kebijakan menggelontorkan likuiditas dalam skala masif seperti yang dilakukannya.

Tak akurat

Berbagai kebijakan yang ditempuh Greenspan menunjukkan ia sebagai pimpinan Bank Sentral berulang kali mengabaikan atau tidak akurat dalam membaca gejala/potensi bahaya atau ketidakberesan yang muncul saat itu. Padahal, kebijakannya menjadi acuan semua pelaku ekonomi, bukan hanya di AS, tetapi di seluruh dunia. Salah satunya, saat ia memprediksikan cerahnya prospek industri berbasis teknologi informasi.

Sepekan kemudian, indeks Nasdaq untuk saham-saham teknologi mengalami crash (anjlok dramatis) dari 5.048 menjadi 1.114 pada 9 Oktober 2002 atau terpangkas 78 persen. Indeks S&P 500 untuk 500 saham unggulan bernasib sama, terjerembab 49 persen. Para investor pun babak belur. Hari itu dikenal sebagai Selasa Kelam (Black Tuesday) oleh kalangan pasar modal. Dan apa yang dilakukan Greenspan? Tak jera, ia malah sibuk mengorkestrasi bubble baru dengan apalagi kalau bukan kembali menggelontorkan likuiditas murah bak tsunami ke Wall Street dan para investor besar, kali ini untuk sektor perumahan kelas dua (sub-prime). Dampak katastropik meletusnya bubble itulah yang kini kita saksikan di AS.

Bagi mereka yang lama mengenal Greenspan, semua sepak terjang dan reputasi Greenspan itu ternyata bukan hal yang mengagetkan. Mungkin orang tidak tahu, Greenspan yang mendapat gelar PhD dari Columbia University (padahal ia tak pernah menyelesaikan disertasinya) itu ternyata tak bisa dikatakan sukses mengelola bisnisnya sendiri.

Salah seorang pesaing usahanya, Pierre Renfret, mengatakan bahwa perusahaan konsultan Greenspan selalu membuat rekor prediksi paling tidak akurat atau jauh meleset, dan akhirnya bangkrut dan harus ditutup. Artinya, sebagai wirausahawan ia gagal. Anehnya, ia banyak dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan penting yang terkait dengan penyusunan prediksi ekonomi di pemerintahan, bahkan akhirnya jadi pimpinan Fed untuk beberapa periode lagi.

Namun, semua cacian yang dihadapinya sekarang itu tampaknya tak mengusik Greenspan. Di usia 81 tahun sekarang ini, ia tetap bisa menikmati pensiun dengan tenang. Buku memoarnya, The Age of Turbulence, laku 1,9 juta kopi lebih dan dari penjualan buku itu ia mengantongi royalti tak kurang dari 8,5 juta dollar AS (hanya kalah dari buku Bill Clinton yang 10 juta dollar AS).

Ia juga mendirikan perusahaan konsultan sendiri (Greenspan Associates LLC) dan hampir semua lembaga investasi atau bank besar berebut merekrutnya karena koneksi ekstensif yang ia miliki. Undangan berbicara tak pernah sepi dan kantongnya pun semakin tebal. Honor ratusan ribu dollar AS yang diterimanya setiap kali tampil sekarang ini, menurut Lendman, belum seberapa dibandingkan dengan triliunan dollar AS uang yang ia bantu salurkan ke kaum kaya (rich) dan superkaya (super rich). Istilah Lendman, mereka saling menjaga di antara sesama mereka. (Sri Hartati )

Saturday, April 19, 2008

Harga Minyak Merangkak Naik

Berikut petikan berita seputar kenaikan harga minyak mentah dunia.

Harga Minyak Merangkak Naik
Koran-Tempo, 28 Maret 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta:Harga minyak dunia kembali merangkat naik mendekati US$ 110 per barel pada perdangangan Kamis (27/3) terpicu oleh berita meledaknya pipa minyak di Irak oleh aksi sabotase.

Di pasar utama New York, minyak mentah ringan untuk pengiriman Mei naik US$ 1,68 per barel. Minyak mentah ini ditutup pada harga US$ 107,58 per barel, setelah sempat menyentuh harga US$ 108,22 per barel pada perdagangan siang. Di pasar London, minyak mentah laut utara ditutup pada harga US$ 105 per barel. “Kombinasi pelemahan dolar dan semakin seretnya pasokan berpotensi mendoroang investor kembali ke pasar (membeli minyak),” kata Mike Fitzpatrick, analis MF Global.

LPS Ikut Menjaga Stabilitas Keuangan

Semua ikut prihatin tentang nasib ekonomi Indonesia akibat krisis subprime mortgage dan LPS pun diminta untuk menjaga stabiltas keuangan seperti di beritakan Kompas,berikut petikannya secara utuh.

LPS Ikut Menjaga Stabilitas Keuangan
Kompas, 28 Maret 2008

Kuta, Kompas - Indonesia harus tetap waspada dan terus mempersiapkan diri terhadap semua kemungkinan yang dapat terjadi apabila krisis ekonomi global menjadi kenyataan.

Untuk itu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Bank Indonesia dan Departemen Keuangan berusaha ikut men- jaga stabilitas keuangan Indonesia.

Hal itu dikemukakan Ketua Dewan Komisioner LPS, Rudjito, pada The 6th Asia Regional Committee Annual Meeting and International Conference yang diselenggarakan LPS di Kuta, Bali, Kamis (27/3).

Akibat dari krisis sektor properti (subprime mortgage) di Amerika Serikat, perekonomian global sampai sekarang masih berada dalam kondisi yang serba tidak pasti.

Menurut Ketua Forum Stabilitas Sistem Keuangan Raden Pardede, sektor perumahan dan pasar tenaga kerja di AS sampai saat ini terus melemah dan mengalami perlambatan.

Konferensi internasional tersebut dihadiri delegasi LPS dari 21 negara, di antaranya India, Filipina, Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Rusia.

Raden mengatakan, berbagai langkah yang dilakukan Pemerintah AS, termasuk menurunkan tingkat suku bunga The Fed, sama sekali belum membuahkan hasil. Ini menunjukkan bahwa persoalan ekonomi AS yang sebenarnya belum kelihatan di permukaan.

Rudjito menambahkan, belajar dari krisis ekonomi Indonesia tahun 1997/1998, LPS bersama dengan BI dan Depkeu telah mempersiapkan diri menjaga stabilitas keuangan Indonesia.

Salah satu langkahnya yaitu memperketat pengawasan dan selalu memberikan supervisi terhadap industri perbankan Indonesia. Namun, lanjut Rudjito, stabilitas dan likuiditas sektor keuangan di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan lembaga-lembaga di bawahnya. ”Tidak bisa hanya tergantung pemerintah. Industri perbankan juga harus ikut menjaga stabilitas,” ujarnya.

Melalui konferensi internasional lembaga-lembaga penjamin yang akan berlangsung sampai Sabtu besok, kata Rudjito, juga bisa belajar apa dan bagaimana sebenarnya peranan sebuah LPS dalam menjaga stabilitas sistem perbankan dan keuangan.

Menurut Rudjito, pada konferensi internasional lembaga penjamin tahun ini, LPS mengambil tema, ”Deposit Insurance as a Cornerstone for Financial Stability”. (REI)

Thursday, March 20, 2008

Dapatkah Laju Inflasi ditekan sampai 1%

Koran Sindo memberitakan mengenai Rencana Pemerintah Menekan Laju Inflasi hingga 1%.
Berikut petikannya secara utuh.

JAKARTA (SINDO) – Pemerintah akan mengupayakan untuk menekan laju inflasi sebesar antara 0,8–1% selama tahun 2008.

Hal ini dilakukan sebagai strategi pemerintah untuk mencapai target inflasi sebesar 6,5% seperti diusulkan dalam rancangan APBN Perubahan 2008. ”Target ini (6,5%) sulit tercapai akibat adanya ancaman dari kenaikan harga-harga komoditas strategis di pasar internasional, kecuali pemerintah menyiasatinya seperti itu,” ujar Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Prijambodo di Jakarta kemarin.

Menurut Bambang, penekanan inflasi tersebut akan dilakukan pemerintah, terutama pada beberapa bulan yang terbukti mengalami laju kenaikan inflasi cukup tinggi sepanjang tahun. Bulan- bulan tersebut adalah Juli, Agustus, September, Oktober, dan Desember. ”Paling tidak, laju inflasi pada lima bulan ini dapat diturunkan rata-rata 0,2% di bawah angka inflasi yang terjadi,” kata dia.

Bambang menjelaskan, berdasarkan evaluasi pihaknya, potensi kenaikan inflasi lima bulan didorong lonjakan belanja kebutuhan pendidikandankebutuhanmenyambut atau memperingati hari besar keagamaan.Pada 2007 misalnya, inflasi bulanan (month to month/MtM) tertinggi terjadi pada Desember sebesar 1,1%, kemudian September 0,8%, Oktober 0,79%, Agustus 0,75%,dan Juli 0,71%. Di luar lima bulan ini,ungkap Bambang,laju inflasi biasanya sudah rendah. Pada 2007 contohnya, laju inflasi Maret mencapai 0,24%,April minus 0,16%, Mei 0,1%, dan Juni 0,23%.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada Februari 2007 cukup tinggi yaitu 0,62%. ”Kalau inflasi April diturunkan lagi, sulit. Misalnya pada tahun lalu inflasi April minus 0,16%, jadi angkanya sudah minimal,” jelasnya. Di sisi lain, tambah Bambang, kestabilan inflasi juga sangat penting dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Untuk itu, pihaknya meminta otoritas moneter (Bank Indonesia) bisa mengawal laju inflasi dengan menjaga suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan lebih tinggi 1,5% dengan target rata-rata inflasi.

”BI setidaknya dapat mempertahankan SBI minimal 8% untuk menjaga target inflasi 6,5% sepanjang 2008. Jadi jarak inflasi dan SBI harus diatur, jangan sampai inflasi lebih tinggi dibandingkan SBI,”jelas dia. Kepala ekonom PT BNI Tbk Tony A Prasetyantono menilai sulit bagi pemerintah untuk menekan laju inflasi masing-masing 0,2% pada lima bulan rawan inflasi.
”Apa bisa, ya? Saya malah pesimistis itu,”ujar dia. Tony menjelaskan, perilaku masyarakat yang membelanjakan uangnya dalam jumlah besar ketika mendapat tunjangan di luar gaji, seperti gaji ke-13 dan tunjangan hari raya, menyebabkan laju inflasi sulit ditahan. ”Perilaku seperti ini juga susah dieliminasi,”kata dia. Menurut Tony, langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan memperbaiki distribusi barang, terutama pada bulan puasa dan lebaran. Sebab, hampir sebagian besar penyebab inflasi nasional adalah terganggunya proses distribusi barang.
”Mungkin cara monetarist dari sisi moneter dengan menahan BI Rate tetap 8% akan efektif membantu menekan inflasi,”tambah dia. Sementara itu,kepala ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, peluang pemerintah menekan inflasi sulit dilakukan pada Juli dan Agustus. Pada dua bulan ini,biaya di sektor pendidikan biasanya meningkat signifikan.


”Kalau dampak lebaran dan bulan puasa (September) masih mungkin dilakukan bila pemerintah menjaga kelancaran suplai barang.Yang penting,Desember kenaikan harga beras yang signifikan seperti tahun lalu harus dicegah,”tambah dia. Sementara itu, ekonom Lippo Bank Winang Budoyo memprediksikan, sulit bagi pemerintah untuk menekan inflasi di bulan-bulan selama 2008.

Hal ini terjadi karena naiknya harga komoditas pangan dunia,sehingga pihaknya meyakini angka inflasi tahun 2008 akan mencapai 7%. ”Yang penting pemerintah harus jaga pasokan makanan supaya harga tetap terjaga. Pemerintah juga harus aktif mengintervensi pasar dengan operasi pasar,”ujar dia. (zaenal muttaqin)

Mari kita dukung upaya pemerintah ini dengan menekan tingkat konsumsi sekunder kita.

Pemerintah Jamin BBM Tak Naik

Informasi menarik di beritakan koran Sindo mengenai sesuatu yang sangat sensitif yaitu BBM.
Berikut petikannya secara komplit.

JAKARTA (SINDO) – Pemerintah menjamin tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) kendati APBN 2008 tertekan akibat kenaikan harga minyak dunia.

Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, untuk merumuskan opsi kenaikan harga BBM,pemerintah harus berunding dengan DPR. ”Presiden sudah menyampaikan bahwa kita tidak punya opsi untuk menaikkan harga BBM. Jangankan 0.00%, punya opsi saja kita tidak,”ujar dia di Jakarta kemarin. Namun,Paskah mengakui kenaikan harga minyak mentah dunia semakin memberatkan pemerintah, karena harus menanggung beban subsidi yang makin melonjak.

” Sementara pajak,profit dari minyak, dan dividen BUMN itu semua enggak bisa meng-cover kebutuhan subsidi yang besar,”kata dia. Di sisi lain, pemerintah akan mengurangi konsumsi BBM nasional sebagai konsekuensi tidak dinaikkannya harga BBM.Ini untuk meminimalisasi beban subsidi dalam APBN Perubahan 2008. ”Opsi kenaikan mungkin tidak,tapi konsumsi BBM akan dikurangi.Kami sedang mempersiapkan semua,” ujar dia. Selain itu,ungkap dia,pemerintah juga terus mempertimbangkan opsi kenaikan asumsi harga minyak dalam RAPBN Perubahan 2008.

Opsi asumsi itu adalah USD85 per barel, USD100 per barel, dan USD110 per barel. Sementara itu, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah dan DPR tidak mengambil opsi menaikkan harga BBM. Dikhawatirkan, kenaikan harga akan memicu terjadinya kebangkrutan industri padat karya.

”Artinya, tingkat pengangguran juga akan meningkat tajam,” ujar Ketua Komite Tetap Moneter & Sistem Fiskal Kadin Bambang Soesatyo. Usulan senada disampaikan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Sandiaga S Uno.Menurut dia, pemerintah tidak perlu menempuh opsi menaikkan harga BBM untuk pengamanan APBN.

”Saya bahkan setuju 200%, bahwa itu tidak usah dinaikkan,”ujar dia. Di tempat terpisah,Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan harga minyak dunia. Dia menegaskan, naiknya harga minyak dunia harus dilihat dari dua sisi, baik dari sisi penerimaannya maupun subsidinya. (zaenal muttaqin/ rarasati syarief)

Apakah ini khabar baik atau tidak tergantung kita menyikapinya.

Laju Ekonomi/Pertumbuhan Ekonomi dunia

Beberapa waktu yang lalu saya membaca berita di Bisnis Indonesia pada tanggal 31 Januari 2008 mengenai prediksi laju/pertumbuhan ekonomi dunia yang sangat mengkhawatirkan yang salah satu sumbernya adalah dari laporan IMF.

Berikut petikan secara lengkap liputan Bisnis Indonesia tersebut :

IMF kembali koreksi prediksi laju ekonomi dunia 2008Bisnis-Indonesia, 31 Januari 2008
JAKARTA: Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari perkiraan awal 4,9% menjadi 4,1% menyusul sejumlah risiko terutama turbulensi di pasar keuangan dan perlemahan perekonomian AS.
Sementara itu, Departemen Perdagangan AS melaporkan penurunan pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2007 mencapai level terendah selama 26 tahun terakhir.
IMF menyatakan tekanan di pasar keuangan makin menguat berawal dari sektor kredit subprime AS dan memicu kerugian neraca keuangan perbankan negara maju dan pelepasan dana di pasar ekuitas global mencerminkan ketidakpastian yang tinggi. Risiko yang menghadang negara maju itu diperkirakan akan merembet ke negara berkembang.
“Pertumbuhan negara berkembang yang menggantungkan pada arus investasi akan lebih terpukul, sementara momentum kuat di sisi permintaan domestik di beberapa negara berkembang berpotensi meningkat,” tulis IMF dalam laporan yang bertajuk World Economic Outlook Update, kemarin.
Risiko yang lain adalah tantangan pada kebijakan moneter yang dihadapkan pada situasi untuk menyeimbangkan risiko dari tekanan inflasi dan perlambatan aktivitas ekonomi. Namun, IMF juga memperkirakan kemungkinan perlemahan harga minyak mentah yang berpeluang memperlambat inflasi.
IMF tercatat telah dua kali merilis laporan WEO Update yang memuat prediksi pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu pada April dan Oktober 2007. Dalam dua laporan sebelumnya, risiko perlambatan pertumbuhan dunia lebih disebabkan lonjakan harga minyak dunia dan krisis subprime mortgage. Lembaga multilateral itu belum memasukkan risiko terjadinya resesi di AS.
Pertumbuhan ekonomi AS kuartal IV/2007 kemarin dilaporkan turun pada level terendah dalam 26 tahun terakhir. Departemen Perdagangan AS menyatakan PDB negara itu hanya tumbuh 0,6%, anjlok dari posisi kuartal sebelumnya di level 4,9%.
Bunga The Fed
Federal Reserve kemungkinan menurunkan tingkat suku bunga untuk kedua kalinya dalam sembilan hari terakhir menjadi 3% dan mengindikasikan perekonomian masih dalam kondisi darurat.
Federal Open Market Committee (FOMC), yang mengakhiri dua hari pertemuannya kemarin, kemungkinan melanjutkan kebijakan darurat sebesar setengah poin dalam benchmark-nya, berdasarkan pendapat 48 dari 85 ekonom yang disurvei Bloomberg menjadi sekitar 3%.
Indeks Dow Jones hingga pukul 22.07 WIB melemah 43 poin pada awal perdagangan menjelang keputusan The Fed.
Di Jakarta, Kepala Investasi Pengelolaan Kekayaan Pribadi Deutsche Bank Chew Soon-Gek mengatakan laju inflasi dunia tahun ini masih terkendali khususnya di AS sebagai dampak dari pengaruh minimal dari gaji. Namun, dia memperkirakan harga makanan dan minyak akan tetap meningkat pada semester pertama dengan harga minyak rata-rata US$85 per barel. (nana.oktavia@bisnis. co.id/lutfi.zaenudin@bisnis.co.id)


Bila anda ingin mendapatkan informasi yang komplit dapat mengunjungi situs Bisnis Indonesia atau email kepada kontak personnya.
Nah Bagaimana pendapat anda...?

Friday, February 29, 2008

Menguatnya Rupiah Redam Efek Kenaikan Harga Minyak

Ini adalah berita yang cukup menggembirakan dimana secara Fundamental keuangan yang relatif baik mampu menekan efek kenaikan harga minyak dunia yang fantastis.
Koran Tempo memberitakan masalah ini,berikut petikannya secara utuh.

Koran-Tempo, 29 Februari 2008

Menteri Kordinator Perekonomian Boediono menyatakan harga minyak dunia yang terus meningkat bisa diimbangi dengan menguatnya kurs rupiah yang terjadi akhir-akhir ini.

“Pengaruhnya (naiknya harga minyak) mungkin ada. Tapi rupiah juga menguat, jadi ada keseimbangannya,” kata BOediono di kantonya, Kamis sore tadi (28/2).

Dengan begitu, katanya, peningkatan harga minyak dunia hingga level di atas 100 dolar AS per barel belum akan terlalu menekan inflasi.

Menurut Boediono, inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang impor (imported inflation) bisa diredam jika pemerintah mampu mempertahankan kurs rupiah. “Saya kira kurs saat ini baik sekali,” katanya. Gunanto E.S.

Khabar yang baik bukan..?

Friday, February 22, 2008

Perlambatan ekonomi dunia & perubahan asumsi APBN 2008

Kelesuan ekonomi global memicu juga kelesuan ekonomi kita benarkah hal ini yang membuat Pemerintah menyesuaikn APBN 2008 berikut Laporan Bisnis Indonesia secara utuh .

Perlambatan ekonomi dunia & perubahan asumsi APBN 2008
Bisnis-Indonesia, 21 Februari 2008

Awal bulan ini, negara-negara maju (G-7) plus Rusia menyelenggarakan pertemuan di Tokyo, Jepang. Pertemuan itu mengikutkan tiga negara outreach, yakni China, Korea Selatan, dan Indonesia.

Nuansa pertemuan G-7 kali ini tentu berbeda dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Kelesuan ekonomi global yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat sejak pertengahan 2007, melonjaknya harga minyak mentah dunia, dan tingginya harga komoditas dunia menjadi topik utama pertemuan itu.

Krisis subprime mortgage membuat berbagai institusi terkemuka di dunia, seperti Citigroup, Merrill Lynch, dan UBS rontok. Total kerugian, termasuk kredit non-subprime dan penghapusan aset, diperkirakan mencapai US$400 miliar.

Hal menarik yang patut kita cermati dari kasus ini adalah besarnya injeksi dana dari negara di Asia dan Timur Tengah, sehingga menyebabkan perubahan kepemilikan institusi keuangan dunia pascakrisis subprime mortgage.

Kini situasi ketidakseimbangan global menjadi semakin lebar akibat defisit neraca perdagangan AS terhadap China. Kondisi ini terlihat nyata dengan besarnya cadangan devisa China yang meningkat pesat, yakni mencapai US$1.457 triliun.

Krisis di AS dan meningkatnya harga minyak mentah dunia pada akhirnya berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.
Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan melakukan beberapa kali revisi atas proyeksi ekonomi dunia.

Pada April 2007, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini masih 4,9%. Namun, pada Januari 2008 lembaga itu memangkas pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 4,1%.
Pertumbuhan ekonomi AS, negara yang menopang hampir 30% pertumbuhan ekonomi dunia, diproyeksikan IMF tinggal 1,5%. Padahal, pada September 2007 proyeksi IMF atas pertumbuhan ekonomi AS masih 2,9%. Hal yang sama juga terjadi pada Jepang dan Uni Eropa, termasuk negara lainnya, dengan tingkat kecepatan yang berbeda.


Berbagai situasi inilah-yakni ketidakseimbangan global, krisis di AS, melonjaknya harga minyak mentah dunia, dan tingginya harga komoditas-yang menjadi isu sentral dalam pertemuan G-7 plus tersebut. Komunike G-7 pun menyepakati sejumlah rekomendasi yang perlu dilakukan guna menjamin stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dunia serta menjaga kestabilan pasar finansial.

Untuk memperkuat kestabilan pasar finansial, misalnya, komunike G-7 menyepakati langkah untuk membatasi pengaruh negatif gejolak pasar keuangan melalui (1) koordinasi bantuan likuiditas, (2) mengidentifikasikan kerugian yang terjadi, (3) mengembalian fungsi pasar keuangan secara normal, dan (4) memperbaiki tingkat transparansi dengan acuan jelas sesuai dengan internasional.

Rekomendasi tersebut penting untuk dicermati, mengingat saat ini kita juga mengalami problem yang sama. Pertanyaannya, bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia juga sudah mempersiapkan berbagai langkah antisipasi?

Antisipasi pemerintah

Pemerintah dari jauh hari telah menyadari krisis di AS, tingginya harga minyak mentah dunia, dan meningkatnya harga komoditas pangan dunia, yang cepat atau lambat pasti berimbas pada perekonomian Indonesia.

Pada paruh kedua 2007, pemerintah bahkan melakukan berbagai antisipasi dengan mengadakan exercise atas sejumlah kemungkinan dan skenario, termasuk skenario terburuk yakni bila harga minyak mentah dunia rata-rata dalam satu tahun menembus level US$100 per barel.

Pemerintah menyiapkan sembilan langkah antisipasi untuk menyelamatkan APBN yang disampaikan ke publik pada kuartal ketiga 2007.

Selain itu, pemerintah melakukan segala mekanisme seperti yang direkomendasikan G-7. Pertama, pemerintah sudah memiliki instrumen pemantauan dini dan survailance yang terus memberikan warning kepada para pengambil keputusan tentang perekonomian yang telah dan akan terjadi di Indonesia dengan segala antisipasinya.

Kedua, pemerintah memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan peringkat utangnya (soverign rating). Hasilnya, pada 14 Februari 2008, Fitch Rating menaikkan peringkat Indonesia dari BB- menjadi BB.

Hal ini merupakan sinyal positif, di mana di tengah ancaman resesi dunia ternyata terjadi peningkatan rating Indonesia. Dengan meningkatnya rating tersebut tentu akan meminimalkan cost of borrowing.
Ketiga, pemerintah secara aktif mengadakan diskusi dengan para analis. Hal ini untuk mendapatkan masukan dari para analis dan pelaku pasar mengenai pandangan mereka terhadap outlook perekonomian global dan Indonesia, sehingga diperoleh benchmark dalam menentukan besaran-besaran asumsi makro.


Keempat, peningkatan koordinasi dengan Bank Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi. Koordinasi ini menunjukkan hasil yang semakin positif dengan dibentuknya Forum Stabilitas Sektor Keuangan (FSSK). Forum ini bertugas memantau dan mengantisipasi krisis di sektor keuangan.

Sebagai langkah antisipatif terhadap perlambatan ekonomi global dan kenaikan harga minyak mentah dunia, pemerintah berinisiatif mengadakan perubahan terhadap asumsi makro APBN 2008. Perubahan asumsi ini tentu akan mengubah keseluruhan pos dalam APBN 2008.
Maka mungkin akan muncul pertanyaan mengapa perubahan itu harus dilakukan sekarang? Bukankah APBN 2008 baru berjalan dua bulan?


Pemerintah memandang perlu perubahan APBN dilakukan sekarang, sebab bila tidak dikhawatirkan akan mengganggu pelaksanaan APBN 2008 dan tidak dapat menampung segala perubahan yang terjadi. Hal ini mengingat asumsi ekonomi makro dalam APBN 2008 sulit dipertahankan.

Bila tetap dipertahankan, kredibilitas APBN 2008 justru akan dipertanyakan, defisit anggaran akan meningkat tinggi dan tidak dapat dibiayai, serta program kebijakan stabilisasi harga pangan tidak dapat dilaksanakan secara penuh. Dengan berbagai pertimbangan inilah, pemerintah memutuskan untuk mempercepat perubahan APBN 2008.

Di bawah ini beberapa perubahan asumsi makro dalam APBN 2008. Pertama, pertumbuhan ekonomi diubah dari 6,8% menjadi 6,4%. Hal ini di antaranya menyesuaikan dengan dampak perlambatan ekonomi dan perdagangan dunia.

Kedua, inflasi diubah dari 6% menjadi 6,5% mengingat tingginya harga komoditas, sehingga risiko inflasi akan meningkat. Dengan kebijakan stabilisasi harga pangan dan penguatan kurs, diharapkan akan dapat mengurangi risiko inflasi.

Ketiga, kurs rupiah diubah dari Rp9.100/US$ menjadi Rp9.150/US$. Walaupun kurs saat ini berada di sekitar Rp9.200/US$, kita optimistis penguatan kurs rupiah dapat dicapai dengan pengelolaan cadangan devisa yang baik.

Keempat, BI Rate tetap 7,5%, meskipun terdapat peluang penurunan akibat penurunan suku bunga The Fed.

Kelima, asumsi harga minyak mentah dalam APBN 2008 diubah dari US$60 per barel menjadi US$83 per barel. Angka ini menyesuaikan dengan perkembangan harga minyak mentah dunia.
Keenam, lifting minyak dari 1,034 juta barel per hari menjadi 0,910 juta barel per hari. Meski ditetapkan rendah, pemerintah tetap berupaya agar lifting dapat lebih ditingkatkan.
Dalam rangka meningkatkan lifting minyak, pemerintah akan memberikan insentif fiskal di antaranya berupa pembebasan bea masuk dan PPN atas peralatan eksplorasi dan eksploitasi migas.


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi situasi global yang kurang menguntungkan. Persoalannya, bagaimana kita memanfaatkan secara optimal segala instrumen yang ada, sehingga kita dapat mengelola segala sesuatu secara optimal.

Pemerintah memang telah mengoreksi pertumbuhan dari 6,8% menjadi 6,4%. Namun, dengan peningkatan kualitas pertumbuhan, tujuan pemerintah mengurangi pengangguran dan kemiskinan dapat direaliasasi. Akhirnya dukungan dari berbagai pihak diperlukan untuk mensukseskan berbagai sasaran tersebut.

Nah bagaimana pendapat Anda..?

Thursday, January 31, 2008

Ekonomi Global Diprediksi Melambat

Inilah prediksi awal tahun yang membuat semua was was,Tempo Interaktif melaporkannya berikut petikannya secara utuh.

Koran-Tempo, 31 Januari 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta:Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 4,1 persen. Angka ini turun dari estimasi sebelumnya 4,9 persen. Pelambatan, antara lain, dipengaruhi oleh turbulensi di sektor keuangan dan krisis kredit macet hipotek perumahan (subprime mortgage) yang menyebabkan kerugian besar beberapa bank papan atas.

Pertumbuhan ekonomi beberapa negara adidaya, seperti Amerika Serikat, juga diperkirakan akan melambat. Ekonomi di Negara Abang Sam ini ditaksir hanya akan tumbuh 1,5 persen pada 2008, turun dibanding tahun sebelumnya 2,2 persen. Dalam catatan yang dipublikasikan di situs resminya, IMF juga memperkirakan ekonomi Eropa tahun ini hanya akan tumbuh 1,3 persen, lebih rendah dibanding prediksi tahun sebelumnya 1,6 persen.

Hal yang sama terjadi di negara-negara Asia. Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan hanya 1,5 persen, turun 0,2 persen dari prediksi Oktober tahun lalu. Sementara itu, untuk India dan Cina–yang selama ini memiliki pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan di kawasan Asia–juga diperkirakan bakal melambat. Ekonomi India tahun ini tumbuh 6,9 persen, turun dibanding 2007, yaitu 7,8 persen. Begitu pula dengan Cina, yang hanya akan tumbuh 10 persen, lebih rendah dibanding tahun lalu 11,4 persen.

Untuk negara berkembang, pertumbuhan rata-rata sebanyak 6,9 persen. Angka ini lebih rendah dibanding 2007, yaitu 7,8 persen. Menurut IMF, pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, yang dipengaruhi oleh aliran modal dari luar, ada kemungkinan akan terkena imbasnya. Selain itu, sejumlah risiko lainnya diperkirakan meningkat.
Kebijakan moneter dihadapkan pada pilihan yang sulit, yaitu antara menekan inflasi dan pelambatan ekonomi.

Namun, proyeksi IMF sedikit berbeda dengan Deutsche Bank. Bank asal Jerman ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih dari 6,5 persen. Selain itu, pasar saham negara berkembang akan bergerak positif meski dibayangi oleh pelambatan ekonomi global. “Kebijakan bank sentral akan melonggar untuk mengantisipasi gejolak harga minyak, inflasi, dan masalah kredit perumahan. Yang paling diuntungkan adalah pasar saham,” kata Chief Investment Officer Deutsche Bank Asia Soon-Gek Chew di Jakarta kemarin.

Saat ini pasar saham negara berkembang memberikan keuntungan lebih tinggi dibanding negara maju. Pada 2007 Cina menempati peringkat pertama dengan 96,6 persen, diikuti oleh India 73,1 persen, dan Indonesia 54,1 persen. Sementara itu, tingkat pengembalian pasar saham Eropa hanya 14,4 persen, S&P’s 5,5 persen, dan Jepang minus 4,1 persen. “Investasi di pasar saham negara berkembang juga masih berpeluang besar mengingat real interest rate (suku bunga dikurangi inflasi) masih rendah, likuiditasnya tinggi, dan valuasinya menarik,” kata Soon-Gek.
Selain di pasar saham, Soon-Gek merekomendasikan agar investor global berinvestasi di bidang pertanian, emas, dan hedge fund. “Kami memiliki pandangan positif terhadap komoditas pertanian karena populasi dan pendapatan penduduk global akan meningkat, lahan pertanian mulai terbatas sehingga memicu permintaan protein,” katanya.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui pelambatan ekonomi pasti terjadi akibat resesi yang melanda Amerika Serikat. “Ya, memang resesi global sudah diperkirakan bakal terjadi,” kata Sri Mulyani seusai penandatanganan kerja sama pendanaan pembangkit listrik 10 ribu megawatt dengan Bank Ekspor Impor Cina di Departemen Keuangan kemarin.

l DEWI RINA AGUS SUPRIYANTO SORTA TOBING

Prediksi prediksi tersebut jangan lantas membuat kita malas justru mengupayakan supaya kita selamat dari badai masalah ekonomi tersebut.