Sunday, May 11, 2008

Purnomo: Besaran Kenaikan BBM Belum Ditentukan

Sumber : Kompas

Minggu, 11 Mei 2008 13:05 WIB

JAKARTA, MINGGU - Pemerintah belum menentukan kisaran kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Isbiantoro saat menghadiri resepsi pernikahan Ketua DPR RI, Hidayat Nur Wahid, Minggu (11/5) siang.

"Kisarannya bisa 10 persen, 20 persen, 30 persen. Kita belum tahu pastinya, sebab kita masih harus mem-breakdown untuk premium solar atau minyak tanah," ujarnya di Sasono Langgeng Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah, tempat acara pernikahan Ketua MPR berlangsung.

Namun, dia tak mau menjelaskan lebih lanjut tentang strategi Pemerintah untuk menentukan kisaran kenaikan harga BBM. Tak lupa, dia dan istri juga sempat mengucapkan selamat kepada mantan presiden PKS, Hidayat Nur Wahid.

Imbangi BLT dengan Pemotongan Gaji Pejabat

Sumber : Kompas

Minggu, 11 Mei 2008 20:54 WIB

MAKASSAR, MINGGU- Pengamat sosial politik dari Universitas Muhahammadiyah Makassar Arqam Azikin mengingatkan, guna mengurangi penolakan publik terhadap rencama kenaikan harga BBM, pelu ada gerakan sosial berupa penyisihan gaji para pejabat struktrural negara yang mengimbangi bantuan langsung tunai atau BLT.

Tidak sepantasnnya rakyat dibebani dampak kenaikan harga BBM hanya dengan alasan defisit APBN, sementara tidak ada ada upaya empatik dari pejabat negara di lingkungan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk ikut serta menalangi beban APBN itu.

"Tidak akan miskin para pejabat itu jika gajinya dipotong untuk gerakan sosial. Wapres Jusuf Kalla enak saja selalu mengedepankan alasan defisit APBN untuk membenarkan rencana kenaikan harga BBM. Namun, apakah Wapres lupa bahwa kenaikan harga BBM merembet ke harga-harga bahan pokok lainnya yang pasti memberatkan rakyat? Wapres dan para pejabat sih enak karena punya tunjuangan dari negara. Tapi rakyat? Sebagai wujud empati bagi rakyat, mestinya semua pejabat di lingkungan esekutif, legislatif, yudikatif, mulai tingkat presiden, menteri, eselon I-IV di pusat dan daerah, menyisihkan gajinya dengan persentase proporsional untuk mengimb angi defisit APBN," ujar Arqam di Makassar, Minggu (11/5).

Arqam yakin dengan cara itu setidaknya penolakan rakyat atas rencana kenaikan BBM bisa berkurang dan dengan sendirinya kepercayaan publik pada pemerintah bisa pulih kembali.

Tentang teknis pemotongan gaji pejabat, Arqam mengusulkan gaji Presiden dan Wapres dipotong 10 persen, menteri 8 persen, dirjen 7,5 persen, dan seterusnya sampai pejabat eselon IV, termasuk pejabat di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Demikian pula para anggota DPR dan DRD. Termasuk pula hakim agung, jaksa agung, hakim tinggi, jaksa tinggi, dan hakim serta jaksa.

"agaimana mungkin rakyat diminta mengerti tentang defisit APBN kalau para pejabat struktural negara sendiri tak punya kepedulian sosial?"kata Arqam.

Buka Lapangan Kerja! BLT Tidak Menolong Masyarakat

Sumber Berita : Kompas

Kamis, 8 Mei 2008 15:47 WIB

JAKARTA,KAMIS - Penasehat Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS Sri Edi Swasono menilai kebijakan pemerintah untuk memberikan BLT menyusul kebijakan menaikkan BBM medio tahun ini tidak tepat karena justru akan memupuk mental konsumtif. "BLT tidak menolong orang miskin di Indonesia dari dulu. Orang-orang Indonesia mikirnya hanya makan, tapi nggak mau produksi. Kita saksikan tiap hari budaya konsumtif dan membuat rakyat miskin yang tak berdaya beli menjadi frustasi," ujar Sri Edi dalam Forum Perspektif INSIDe tentang kondisi Indonesia di ambang frustasi ekonomi politik, di Jakarta, Kamis (8/5).

Menurut Sri Edi, yang diperlukan saat ini adalah pembukaan lapangan kerja sebesar-besarnya untuk masyarakat dan semua lapisan gegap gempita mengusahakannya strategi pembangunaan yang logis untuk saat ini. "Strategi pembangunan nasional yang tepat tidak hanya memproduksi kebutuhan pokok untuk rakyat,tapi juga kebutuhan pokok masyarakat itu sendiri harus diproduksi oleh kita," tambahnya.

Sri Edi juga menambahkan teori dan penerapan The Invisible Hand selama 30 tahun sudah tidak bisa dipertahankan, justru yang terjadi adalah ketimpangan ekonomi yang kemudian berubah menjadi polarisasi kekuatan ekonomi dan berakibat pada polarisasi sosial. "Polarisasi sosial adalah jika orang kaya sudah mulai jijik bertetangga dengan orang miskin dan mulai bikin lingkungan rumahnya sendiri ada rumah mewah, sekolah mewah dan sebagainya. Dan ini sudah terjadi," tandas Sri Edi.

Sri Edi juga berulang kali menegaskan bahwa masyarakat tidak akan bertambah kaya dengan dipakaikan baju atau diberikan BLT tapi justru akan bertambah miskin.

Pedagang dan Konsumen Sama-sama Khawatir

Diambil dari Kompas

Minggu, 11 Mei 2008 19:51 WIB

SALATIGA, MINGGU- Para pedagang maupun konsumen di beberapa pasar tradisional di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang mengkhawatirkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. Meski beberapa pedagang sudah mendapat pemberitahuan dari distributor bahwa harga barang akan dinaikkan, belum ada yang mengambil kesempatan menaikkan harga.

Berdasarkan pantauan di Pasar Kembangsari Baru, Tengaran, Kabupaten Semarang, dan Pasar Raya I Salatiga, Minggu (11/5), harga berbagai kebutuhan pokok masih relatif stabil dan belum terimbas rencana kenaikan harga BBM. Beberapa produk, seperti beras naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.000, tetapi ada pula yang stabil, seperti telur dan minyak goreng curah.

Menurut Tarti (40), pedagang kelontongan di Pasar Kembangsari Baru, seiring dengan rencana pemerintah meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM) akhir Mei mendatang, beberapa distributor sudah memberitahu harga akan langsung dinaikkan setelah pengumuman kenaikan BBM.

"Berapa banyak kenaikannya saya belum tahu. Sampai sekarang harga masih seperti biasa. Kalau dinaikkan seka rang takutnya pelanggan banyak yang lari. Apalagi harga sudah tinggi," katanya.

Ratmi (55), warga Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, mengaku khawatir bila BBM naik, harga berbagai kebutuhan akan langsung melonjak. Padahal, penghasilan suaminya sebagai buruh tidak meningkat, sekitar Rp 25.000 per hari.

"Kalau harga mahal, kami hanya bisa mengurangi belanja. Kalau biasanya beli minyak goreng satu liter, nanti setengah liter saja," katanya.

Sekretaris Komisi II DPRD Kota Salatiga Kustadi Danuri meminta agar pedagang tidak mengambil kesempatan menikkan harga barang sebelum kenaikan harga BBM. Meski tidak menolak kenaikan harga BBM, dia mengaku khawatir dampak penurunan daya beli, terutama untuk karyawan swasta yang upahnya relatif tetap, tidak seperti pegawai negeri sipil yang akan mendapat kenaikan up ah 20 persen.